Singapura (UIN SU)
Masyarakat khususnya pelajar Singapura lebih menyukai program singkat atau short program dengan berbagai muatan lokal dan industrial yang berkaitan dengan program kerja sama dengan kampus-kampus di Indonesia, kultur belajar Singapura lebih kepada pendekatan project based program.
Demikian dijelaskan Education and Culture Attache Kedutaan Besar RI untuk Singapura Satrya Wibawa saat menerima kunjungan pimpinan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Medan di kantor kedutaan Indonesia di Singapura, Kamis (22/6). Hadir rombongan dari UIN SU di antaranya guru besar FDK Prof Dr Lahmuddin Lubis, MEd, guru besar FUSI Prof Dr Amroeni Drajat, MAg, Kepala Biro AAKK Drs Ibnu Sa’dan, M.Pd.
Lalu hadir Sub Koordinator Humas dan Informasi Yunni Salma, MM, Kepala Pusat Layanan Internasional Dr Ali Akbar Simbolon, Emigawati dan tim. Kunjungan ini dalam rangkaian sosialisasi penerimaan mahasiswa internasional di Malaysia, Thailand dan Singapura. Pada hari ketiga program ini, kunjungan digelar di kantor Kedubes RI untuk Singapura.
Satrya menerangkan, saat ini kerja sama Indonesia dengan Singapura jadi prioritas. Dalam bidang pendidikan saja, sedikitnya ada lima MoU yang sudah terjalin. Di antaranya terkait pengembangan pendidikan vokasi, pendidikan tinggi, tenaga kerja pendidikan dan lainnya. Dengan luaran program salah satunya terkait mobilitas.
Ia menginformasikan, baru-bari ini di Bali dibentuk konsorsium dengan lima kampus Singapura dan lima kampus Indonesia untuk menjalankan berbagai program. Tahun depan, direncanakan program ini terbuka untuk semua universitas di Indonesia dan diharapkan UIN SU bisa mengakses program itu, juga meningkatkan jumlah mobilitas.
Namun, lanjutnya, mobilitas juga menjadi tantangan. Karena ada kecenderungan masyarakat atau pelajar Singapura untuk mengikuti program pendidikan antarnegara yang memakan waktu lama. Dicontohkannya, untuk program satu semester saja bakal tidak diminati. Tantangan lain ialah, masyarakat lebih minat untuk memilih program ke Eropa dan negara barat lainnya.
Kecenderungan ini juga yang terjadi di Indonesia, pelajar lebih memilih belajar ke Eropa. Ia menjelaskan, bersama kementerian pendidikan Singapura, berupaya untuk menambah peminat pada program pendidikan Indonesia-Singapura. “Di antaranya dengan membuat short program atau program singkat. Biasanya one plus two, maksudnya, satu minggu online dan dua minggu onsite atau di lokasi langsung,” terangnya yang juga dosen di Unair ini.
Dua minggu onsite tersebut, lanjutnya, diisi sebanyak dua atau tidak kali dengan industrial visit (kunjungan industri). Dari penjelasan tersebut, ia mengarahkan, agar dibuat dalam suatu skema dengan UIN SU sebagai host university atau kampus tuan rumahnya. Satrya mengarahkan agar skema tersebut dibuat dalam suatu proposal, dan ia siap membantu menyebarkan di Singapura.
Singapura merupakan negara yang total dalam pembiayaan pendidikan. “Untuk pembiayaan program singkat itu jangan khawatir, jika mereka tertarik dengan program yang ditawarkan, mereka akan tanggung semua pembiayaan,” tukasnya.
Namun, kampus mitra dari Singapura akan meminta host university untuk menyiapkan program, mahasiswa lokal untuk membantu, tim pengajar untuk mendampingi mahasiswa Singapura dalam belajar di Indonesia dan Sumut khususnya. Mereka biasanya tertarik dengan kegiatan berbasis program. Ia menceritakan, beberapa kampus Indonesia yang melaksanakan program tersebut, seperti kampus di Surabaya mengakomodir 20 mahasiswa Singapura dan 90 mahasiswa berkunjung mengikuti program di Bandung. “Skema ini bisa ditiru,” katanya.
Ia melanjutkan, materi program singkat tersebut, jelasnya, bisa memuat unsur budaya, kesenian lokal, keberagaman (diversity) dan lainnya. Soal perbedaan dan keberagaman juga jadi hal menarik untuk dikaji di antaranya soal kerukunan umat beragama yang ada di Sumut, bisa dijadikan sebagai materi dalam program singkat tersebut.
Di Singapura, jelasnya, ada tiga etnis besar yakni China, Malaysia dan India, keberagmaan dan perbedaan sangat dijaga hingga tidak ada gesekan dan konflik. Berbeda dengan Indonesia, semuanya dikendalikan pemerintah, jadi tidak ada perdebatan. Misalnya penentuan hari-hari besar sudah jelas waktunya. “Singapura ini kota bisnis, jadi semua harus sudah pasti dari awal. Kalau kita di Indonesia lebih fleksibel,” urainya.
Perbedaan atau hal-hal menarik antara Indonesia dan Singapura, menurutnya, bisa dijadikan sebagai materi program yang bisa dipelajari masyarakat Singapura terkait kondisi Indonesia khususnya Sumut yang bisa digali dan dijelajahi dalam banyak aspek dan pembelajaran. Dengan program 48-60 jam penuh dan isi materi yang menarik ia yakin program tersebut bisa diwujudkan antara UIN SU dan Singapura.
Selanjutnya, ia mengarahkan, selain MoU penting menggagas dan menyusun memorandum of agreement (MoA) yang dinilai lebih efektif dan aplikatif dalam mengadakan berbagai program. Karena MoA lebih membahas hal-hal teknis dan berwujud dalam program nyata bukan hanya paperwork. Berbagai keuntungan juga bisa didapat melalui short program tersebut. Disesuaikan dengan jadwal akademik di Singapura yang berbeda dengan Indonesia, yang akhirnya menimbulkan kecenderungan tidak mau meninggalkan kuliah mereka dalam waktu lama.
Potensi lain yang bisa disusun dan dikembangkan dalam program ini, jelasnya, di antaranya industrial visit yang menarik, atau kunjungan pabrikan, proses UMKM lokal di Sumut dan potensi lain perlu dipetakan sehingga menarik. “Orientasi mereka ialah program, jadi harus dengan bentuk project based program atau proyek berbasis program,” tukasnya sembari menyatakan siap memberikan bantuan untuk pengembangan UIN SU Medan.
Masyarakat Singapura khususnya pada bidang pendidikan, jelasnya, lebih suka menjalani suatu program dahulu lalu belakangan ada perjanjian. Kalau kerja serimonial di atas kerja begitu mereka tidak begitu suka. Selain itu, trik yang diberikan, ialah melibatkan sivitas Singapura sebagai guest lecture atau dosen tamu dalam berbagai ruang akademik di Indonesia.
Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan diskusi dan ramah tamah. Menurut jadwal, kunjungan rombongan UIN SU selanjutnya adalah beberapa lembaga pendidikan di Thailand. (Humas)